Citra Baik TNI

Jumat, 15/11/2019 - 19:04
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto S.I.P.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto S.I.P.

Oleh : ARITA NUGRAHENI 

Citra Tentara Nasional Indonesia kian baik seiring dengan kemampuan lembaga ini menanggalkan kesan dominan seperti masa lalu. Citra baik ini muncul dari penilaian publik terhadap kiprah TNI yang semakin mantap dan dekat dengan rakyat.

Apresiasi terhadap perubahan karakter TNI beberapa tahun belakangan ini tentu tidak muncul tiba-tiba. Citra baik tersebut terbangun perlahan seiring dengan perbaikan peran-peran yang dijalankan TNI.

Hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu yang menyoroti citra dan kinerja TNI mengungkap apresiasi publik yang luar biasa terhadap lembaga pertahanan negara ini. 

Hampir semua responden (96,6 persen) menyatakan penjaga kedaulatan negara di matra darat, laut, dan udara ini memiliki citra baik.

Apresiasi ini terekam dalam jajak pendapat menjelang usia TNI yang ke-74.
Ini merupakan jajak pendapat terbaru yang sudah diselenggarakan Litbang Kompas sejak 1999. 

Dalam rangkaian jajak pendapat tersebut, penilaian responden terkait citra positif TNI cenderung meningkat meski fluktuatif pada periode tertentu.

Mengacu pada jajak pendapat periodik tersebut, citra positif TNI sempat terpuruk pada 1999. Saat itu, hanya 24,6 persen publik yang masih memandang TNI dengan kacamata positif. Setelah reformasi, TNI perlahan menanggalkan kesan angker ala Orde Baru.

Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya apresiasi publik menjadi 57,8 persen pada 2001. 

Kepercayaan publik makin menguat pada 2009 sampai 2015 dengan apresiasi di sekitar angka 70 persen. Pada 2017, kepuasan mendekati angka sempurna, yaitu 92,3 persen.

*Dalam jajak pendapat dua tahun lalu (2017), TNI digambarkan sebagai sosok yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari orang biasa.* Sebanyak 36,6 persen publik menganggap status militer lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan masyarakat sipil. Kesan dominan masih melekat pada TNI (Kompas, 2/10/2017).

Kini, kesan tersebut mulai memudar. Separuh publik (53,7 persen) merasa biasa saja ketika berpapasan, bertemu, atau berada di dekat anggota TNI. Hanya 3,1 persen yang merasa takut atau terintimidasi. Sementara 39,7 persen merasa terayomi. Tak ayal, publik mulai menaruh kepercayaan kepada TNI. Meski begitu, TNI perlu terus memperbaiki etos kerja di berbagai bidang demi menjaga kepercayaan tersebut.

*Kepuasan turun*

Secara umum, ada lima aspek yang terus diteliti Litbang Kompas untuk melihat tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja TNI. Kelimanya adalah reformasi institusi, menjunjung hak asasi manusia (HAM), memulihkan keamanan di wilayah konflik, menjaga negara dari tekanan asing, dan menjaga kedaulatan NKRI.
Tahun ini, kepuasan publik terhadap lima bidang tersebut menurun. Kepuasan terendah ada pada kinerja TNI dalam mereformasi institusi. Tingkat kepuasan turun 17 persen dibandingkan 2017, yaitu dari 76,5 persen menjadi 59,5 persen.

Reorganisasi TNI sudah menjadi isu hangat sejak awal tahun. Rencana reorganisasi tersebut di antaranya meliputi penambahan unit dan struktur baru, peningkatan status jabatan dan pangkat, perpanjangan masa usia pensiun bintara dan tamtama, serta penempatan militer ke jabatan sipil di kementerian atau lembaga

Menurut catatan Kompas, dalam rapat pimpinan TNI dan Polri di Istana Negara pada 29 Januari 2019, Presiden Jokowi mengungkapkan adanya 60 jabatan baru untuk perwira tinggi TNI untuk meningkatkan kapasitas TNI.

Pada 12 Juli 2019, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI. Beleid tersebut mengatur jabatan fungsional prajurit TNI di dalam suatu satuan organisasi TNI.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam proses reorganisasi ini tak lepas dari pro dan kontra. Misalnya saja, penempatan militer ke jabatan-jabatan sipil di kementerian atau lembaga dianggap akan mengembalikan fungsi kekaryaan TNI seperti masa Orde Baru. Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Diandra Megaputri Mengko, menyebut kebijakan restrukturisasi dapat memicu intervensi militer di ranah politik dan kontraproduktif terhadap upaya pembangunan profesionalisme TNI (Kompas, 11/3/2019).

Menurut Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, TNI aktif hanya diperbolehkan menduduki jabatan pada 10 instansi sipil, yaitu Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Setmilpres; Badan Intelijen Negara; Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional; Dewan Pertahanan Nasional; SAR, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Syaratnya, ada permintaan langsung dari instansi terkait.

Publik pun terpecah dalam menanggapi isu tersebut. Lebih dari separuh (56,4 persen) menyatakan tidak setuju jika anggota TNI menjabat di kementerian atau lembaga dan sebanyak 38,4 persen menyatakan setuju. Dengan margin of error sebesar +/- 4,3 persen, temuan tersebut dibaca ada dalam rentang plus dan minus dari angka itu.

Bidang kerja yang mengalami penurunan terbanyak kedua adalah tugas TNI dalam memulihkan keamanan di wilayah konflik. Terjadi penurunan 15,4 persen dari 88,1 persen pada 2017 menjadi 72,7 persen di tahun ini. Turunnya kepuasan publik tidak bisa dilepaskan dari kejadian yang terjadi dalam satu bulan terakhir ini.

Pada 23 September, terjadi kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan di Kota Jayapura, Papua, yang dipicu oleh kabar bohong tentang ucapan bernuansa rasis. Selain itu, ada unjuk rasa besar di Jakarta, Yogyakarta, dan kota-kota lain yang dilakukan mahasiswa, buruh, dan masyarakat. Mereka menuntut pembahasan ulang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Komisi Pemberantasan Korupsi, serta penyelesaian kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera. Aksi ini berlangsung dari 24 September hingga 2 Oktober 2019.

Menanggapi peristiwa-peristiwa tersebut, tujuh dari 10 responden menaruh keyakinan bahwa anggota TNI tidak akan melakukan kekerasan dalam menangani konflik. TNI diharapkan tidak menunjukkan wajah beringas dalam mengendalikan situasi 

Tingkat kepuasan publik di tiga bidang lainnya juga menurun, tetapi tetap berada di atas 70 persen. Dari segi HAM, terjadi penurunan 10,8 persen dari 82,7 persen pada 2017 menjadi 71,9 persen pada tahun ini. 

Sementara dalam hal menjaga negara dari ancaman asing, angkanya turun 5,3 persen menjadi 75 persen. Tugas utama TNI dalam menjaga kedaulatan NKRI mendapatkan skor kepuasan tertinggi, yaitu 82,8 persen.

*Tantangan*

Pada era keterbukaan informasi, TNI mulai meruntuhkan tembok tinggi pembatas sipil dan militer dengan berbagi kegiatan anggota melalui akun @Puspen_TNI di kanal-kanal media sosial. Langkah ini menjadi salah satu upaya efektif untuk menghapus citra eksklusif tak terjamah.

Hampir separuh responden mengikuti akun tersebut. Secara keseluruhan, 33 persen responden mengaku mengikuti saja, sementara 10,5 persen di antaranya memantau secara aktif kegiatan TNI yang diinformasikan di kanal tersebut.

TNI juga didorong untuk menjadi lembaga pertahanan yang memiliki teknologi dan sumber daya manusia yang andal dalam era siber. Masih ada 23,4 persen publik yang belum yakin bahwa TNI mampu menghadapi perang siber dari negara lain.

Tantangan ke depan kian berat. *Namun, dengan dukungan publik, TNI diharapkan lebih tangguh menjaga negeri.*(red/KJ/tim)

Related News