Komunitas Rumah Seni Kalanadah Pentaskan Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha

Sabtu, 13/07/2024 - 15:30
Salah satu adegan dalam pementasan teater berjudul "Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha" oleh Komunitas Rumah Seni Kalanadah, yang digelar di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kentingan, Jebres, Kota Solo, Jumat (12/7/2024) malam

Salah satu adegan dalam pementasan teater berjudul "Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha" oleh Komunitas Rumah Seni Kalanadah, yang digelar di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kentingan, Jebres, Kota Solo, Jumat (12/7/2024) malam

Klikwarta.com, Solo - Komunitas Rumah Seni Kalanadah menggelar pementasan teater berjudul Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha, di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Kentingan, Jebres, Kota Solo, pada Jumat (12/7/2024) malam.

Pementasan ini digarap dengan memadukan unsur musikalisasi, akting, tarian, dan juga koreo fighting. Cerita berlatar belakang masa akhir Keraton Kartasura dan masa awal Kerajaan Surakarta pada zaman Raja Pakubuwana II, yang mana kala itu Pringgalaya menjabat sebagai patih. 

Konflik mencuat ketika Patih Pringgalaya tidak setuju terhadap keputusan elit kerajaan dan Belanda di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Baron van Imhoff memberikan tanah seluas 3000 cacah di Sukowati kepada Pangeran Mangkubumi yang menang sayembara saat menumpas sisa-sisa pemberontakan China yang bersekutu dengan Adipati Martapura.

Pringgalaya menganggap hadiah tanah seluas 3000 cacah untuk Pangeran Mangkubumi itu terlalu besar. Pringgalaya juga tidak menginginkan pembagian negara atau palihan nagari terjadi. Dia malah bersumpah, apabila pembagian negara tetap terjadi, dia memilih untuk tidak lagi menjadi patih ketimbang harus ikut menyetujui keputusan raja yang menurutnya lebih menguntungkan pihak VOC.

Sikap keras Patih Pringgalaya itu tak mendapatkan dukungan, bahkan dia dianggap memberontak. Hingga akhirnya, Pringgalaya memilih mati daripada terhina. Sang Patih pun mengakhiri hidupnya dengan meminum racun.

Ketua Komunitas Rumah Seni Kalanadah sekaligus selaku sutradara, Ahmad Anwar mengatakan, bahwa ide mengusung Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha berangkat dari keingintahuan Komunitas Rumah Seni Kalanadah tentang penamaan Kampung Pringgolayan di Kelurahan Tipes, Kecamatan Serengan, Kota Solo, yang diyakini berkaitan bahkan bersumber dari tokoh yang bernama Pringgalaya.

"Proses penggalian referensi atau riset tentang Pringgalaya sendiri sudah kami lakukan sejak November, tahun lalu. Dari situ kami mencoba mengulik soal asal usul dibalik nama Pringgolayan. Dan kita menemukan kecenderungan dengan Patih Pringgalaya. Bahkan, menurut informasi dari beberapa sesepuh di kampung Pringgolayan dan sekitarnya, mereka berpendapat  bahwa Pringgolayan di masa dahulu pernah menjadi tempat singgah juga kediaman Patih Pringgalaya. Kebetulan pula sanggar Komunitas Rumah Seni Kalanadah berada di kampung Pringgolayan," ungkap pria yang akrab disapa Aan Kenthut itu, saat sesi diskusi usai pementasan.

Sementara itu, penulis naskah "Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha" Dwiha Kuncoro, menjelaskan bahwa pada pementasan ini Komunitas Rumah Seni Kalanadah mengangkat spirit Patih Pringgalaya berdasarkan referensi Kajian Serat Wicara Keras (181-182): Milih Lampus Timbang Nistha Bait ke-181;182, Pupuh Pangkur (metrum: 8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i,), karya R. Ngabehi Yasadipura II.

Patih Pringgalaya dalam beberapa versi cerita disebut sebagai pengkhianat oleh Belanda dan Keraton Surakarta. Sebagai seorang patih yang dianggap pemberontak, Patih Pringgalaya memegang teguh sikap perwira sampai akhirnya memilih mengakhiri hidupnya sebagai wujud ketegasan sikap seorang tokoh besar kerajaan.

"Banyak versi dan persepsi ketika kita memasuki ranah sejarah, begitu pula dengan kisah Patih Pringgalaya. Sehingga, kita harus melihat dari banyak sudut pandang. Dalam pementasan ini, kami mengangkat kisah Patih Pringgalaya saat masa-masa perpindahan dari Keraton Kartasura menuju masa awal Keraton Surakarta. Kemudian peristiwa palihan nagari hingga munculnya Keraton Yogyakarta," papar Dwiha.

Dwiha menambahkan, dalam sebuah literatur yang ditulis tokoh sastra Jawa, Dr. Purwadi, SS., M.Hum, bahwa Patih Pringgalaya merupakan tokoh cendikia yang memajukan negara melalui sistem ekonomi pasar. Disebutkan, Pasar Gedhe, Pasar Kliwon, dan Pasar Paing (Pasar Nangka sekarang) dibangun oleh Patih Pringgalaya pada masanya.

"Maka, di antara banyak versi, termasuk tentang kisah Patih Pringgalaya, sudah semestinya kita tetap harus menjunjung nilai keseimbangan bahwa sebaik-baiknya manusia pasti ada setitik keburukannya. Begitu pula sebaliknya. Pesan itu pula yang sekiranya bisa kita petik dari pementasan Kisah Patih Pringgalaya, Milih Lampus Tinimbang Nistha ini," pungkasnya.

Pewarta : Kacuk Legowo

Tags

web banner

Related News