Menelusuri Baduy, Dusun Tanpa Listrik

Selasa, 21/06/2022 - 15:57
Ilustrasi kebersamaan tim rombongan Yeni Anita selama mengunjungi baduy. Sumber foto : Yeni Anita
Ilustrasi kebersamaan tim rombongan Yeni Anita selama mengunjungi baduy. Sumber foto : Yeni Anita

Sokongan teknologi membawa perubahan nyata dalam kehidupan manusia dimuka bumi ini.

Perkembangan seperti ini memunculkan berbagai inovasi dan kreasi baru untuk menunjang kebutuhan sehari-hari.

Indonesia yang ragam akan tradisi, adat istiadat, bahkan kebiasan membuat beberapa daerah masih memegang teguh keberagaman itu hingga saat ini. Salah satunya suku Baduy, yang terkenal akan keasrian dan kepercayaan adatnya.

Yeni Anita seorang gadis yang memiliki rasa penasaran tinggi akan tradisi di Baduy, menyempatkan diri untuk berlibur sekaligus mengunjungi dusun di Baduy. Ia pun akan membagikan cerita dan pengalaman selama berkunjung ke Baduy.

Yeni menceritakan, perjalanan yang ditempuh memakan waktu lumayan lama. Dari stasiun Tanah Abang Yeni harus menaiki kereta ke stasiun Rangkasbitung. Dari sana barulah mencari angkot untuk ke terminal Mandala.

Setelah sampai ke terminal, Yeni memasuki sebuah mobil Elf menuju terminal Ciboleger yang menjadi batas terakhir transportasi masuk ke Baduy. Dari sana barulah dimulai trek menantang, sebab jalanan yang licin dan penuh lumpur harus dilewati dengan berjalan kaki oleh tim rombongan Yeni.

Dengan mata berbinar, Yeni mulai memasuki beberapa dusun di Baduy. Dari Baduy luar hingga tujuan terakhir adalah Baduy dalam. Sebelum memasuki Baduy dalam Yeni harus mematikan handphone dan peralatan elektronik lainnya serta memasukkan alat tersebut ke dalam tas masing-masing.

Selama di sana, Yeni dan tim rombongan pun diperingatkan untuk tidak menggunakan alat elektronik yang dibawanya, serta mematuhi adat istiadat di sana salah satunya tidak diperbolehkan mandi menggunakan sabun. Padahal, badan Yeni penuh dengan lumpur. Namun, untuk menghormati sebuah adat dirinya mandi tidak memakai peralatan yang biasa digunakan.

Suara jangkrik dikegelapan sebuah dusun membuat aktivitas terhenti, rumah panggung dengan bilasan bambu menjadi tempat menginapnya. Canda gurau terdengar antara Yeni dengan pemilik rumah yang bercerita bahwa, rumah ini dibangun tanpa paku tetapi diikat dengan tali dari bambu.

Kebutuhan orang Baduy yang disokong dari alam membuat mereka membatasi diri, seperti mandi di sungai tidak memakai peralatan mandi. Contohnya sabun sebab untuk menjaga sungai agar tidak kotor dan tercemar.

Ditambah kebiasaan orang Baduy berjalan kaki, membuat kendaraan tidak bisa memasuki wilayahnya. Adat tetaplah adat, suku Baduy meyakini dengan berjalan kaki setiap jengkal langkahnya membawa suatu keberuntungan dan banyak hal yang bisa ditelusuri.

Suara pemilik rumah yang bercerita pun masih menggelitik telinga, dengan pandangan gelap gulita Yeni mendengarkan kisah di balik tradisi suku Baduy yang masih tradisional. Penggalan kata yang mengisyaratkan bahwa alam itu harus dijaga keasrian dan kelestariannya menjadi hal yang tersimpul dalam pokok pembicaraan dengan pemilik rumah itu.

Hawa dingin dari pegunungan Kendeng menusuk ke dalam celah bilik bambu, Yeni pun bergegas untuk segera menutup pembicaraan dengan pemilik rumah. Beralaskan tikar yang ditenun dan selimut, Yeni menutup mata kantungnya agar esok pagi bisa melanjutkan perjalanan kembali.

Cerita Yeni sebenarnya membuat rasa penasaran akan suku Baduy bagi sebagian orang mulai terjawab. Baduy dengan berjuta pesona menawarkan keberagaman yang masih dibalut citra tradisional menjadi pemikat. Jadi, pada penasarankan kapan pergi ke Baduy gak, nih?

Penulis : Melan Eka Lisnawati/Politeknik Negeri Jakarta

Tags

Related News