Misteri Batu Lintang (Foto : Dodik)
EKSPEDISI HANTANG JILID 1
Klikwarta.com, Malang - Batu berdiameter sekitar 4 meter yang berlokasi di areal persawahan berdekatan dengan Hutan Darsono atau kawasan lereng Gunung Anjasmoro, diduga adalah batu meteor. Dugaan tersebut bersumber dari informasi warga sekitar secara turun temurun.
Konon, dulunya batu tersebut sering mengeluarkan cahaya, tetapi saat itu areal di sekitarnya masih berwujud hutan, bukan areal persawahan yang saat ini terlihat. Batu itu muncul di atas permukaan tanah setinggi sekitar 40 cm, dan masih tanda tanya besar hingga sekarang.
Batu tersebut dinamai warga sekitar "Watu Lintang", karena diduga adalah batu meteor, dan dulunya diyakini sebagian warga, pernah mengeluarkan cahaya misterius yang hingga saat ini masih simpang siur kebenarannya.
Kebenaran keberadaan batu itu, ditelusuri Cak Hari bersama Kang Juri dan Mbah Basiyo, sekaligus membuktikannya, Kamis (18/2/2021). Pembuktian itu tidak lepas dari penelusuran fakta di lokasi yang dipadukan dengan cerita maupun mitos.
Berdasarkan pemetaan, Watu Lintang terletak di Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Lokasi keberadaan Watu Lintang cukup jauh dari jalan umum pedesaan, dan dibutuhkan waktu tempuh serta kehati-hatian, agar tidak jatuh terpeleset, lantaran jalanan licin.
Menurut Cak Hari, mitos yang berkembang hingga saat ini dan eksis secara turun temurun, batu tersebut dulunya mengeluarkan cahaya. Selain itu, batu itu diyakini masyarakat adalah batu meteor, namun ia tak bisa memastikan kebenarannya.
"Mitos yang berkembang dari masyarakat disini, batu ini dulunya mengeluarkan cahaya misterius di hari-hari tertentu. Menurut masyarakat, ini batu meteor, makanya dinamakan Watu Lintang. Benar tidaknya ini batu meteor, saya tidak bisa memastikannya".
Disamping terkait mitos riwayat keberadaan Watu Lintang, Kang Juri menceritakan secara singkat, sesuai versi yang berkembang sekarang. Dikatakannya, Watu Lintang terkorelasi sejarah tempo dulu, tetapi dari sudut literasi, ia mengaku tidak mengetahui, lantaran cerita yang beredar bukan mengacu pada manuskrip, namun secara oral turun temurun.
"Masyarakat jaman dulu menamainya Watu Lintang, karena ada mitosnya batu ini jatuh dari langit. Meteor atau bukan meteor saya tidak tahu, tetapi turun temurun mengatakan batu ini meteor".
Lanjut Kang Juri, dirinya belum pernah melihat atau merasakan energi makhluk astral di sekitar batu tersebut. Tetapi, orang lain pernah menyaksikan penampakan sosok energi cerdas ada di dekat batu itu.
"Saya belum pernah ditemui atau melihat sesuatu yang gaib disini, tapi orang lain pernah. Disini saya biasa-biasa saja, tidak ada yang ada aneh-aneh. Malam hari sama, tidak ada apa-apa disini, semua biasa saja".
Kang Juri mengingatkan, siapa saja yang berkunjung di Watu Lintang, agar tidak berbuat sembrono atau diluar moralitas, dan siapapun boleh datang, asalkan tidak merusak batu itu. Lanjutnya, ia berpesan, bahwa batu tetaplah batu, tidak boleh terlalu berlebih-lebihan.
Terkait informasi eksistensi elektromagnetik di batu itu, Cak Hari membuktikannya dengan meletakkan kompas (aplikasi android) di atas permukaan batu, dan kejanggalan terlihat dari pegerakan kompas. Walaupun pergerakan kompas terlihat pelan, setidaknya membuktikan ada sesuatu yang janggal dari batu tersebut.
"Arah kompas bergerak terus, tapi pelan, mana utaranya, mana selatannya, tidak jelas. Mungkin ini ada benarnya, batu ini mengeluarkan elektromagnetik, tapi gayanya tidak begitu kuat, jadi berputarnya pelan".
Kendati pembuktian via kompas tersebut terlihat jelas, Cak Hari tidak bisa memastikan benar tidaknya ada gaya elektromagnetik pada batu itu. Yang jelas, Watu Lintang masih diselimuti misteri, sekaligus kebenaran dibalik faktanya.
(Penulis : Dodik)