Kita Semua Bersaudara, Tolak Kekerasan di Bumi Papua

Rabu, 25/09/2019 - 21:01
Diskusi Publik Yayasan Ahimsa Indonesia
Diskusi Publik Yayasan Ahimsa Indonesia

Klikwarta.com, Jakarta - Yayasan Ahimsa Indonesia gelar dialog publik, Rabu (25/09/2019)  pukul 15.30-17.30 WlB, di Reading Room, Kemang, Jakarta.

Diskusi publik ini mengkat tema “Kita Semua Bersaudara, Tolak Kekerasan di Bumi Papua”. 

Kegiatan ini dihadiri sekitar 40 orang dari elemen mahasiswa dan pemuda. Bertindak selaku narasumber yaitu : Prof. Bambang Shergi  Laksmono M.Sc, (Kepala Papua Center UI), Muhammad Rifai Darus (tokoh pemuda Papua/mantan Ketua KNPI Periode 2013-2018), Frangki (Ketua Harian Masyarakat Adat Prov. Papua Barat/Dir. Eksekutif Papua Center) dan Budi Arwan, S.STIP, M.Si. (Plh. Direktur Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD Kemendagri).

Kepala Papua Center UI, Prof. Bambang Shergi Laksmono M.Sc, mengatakan seluruh energi bangsa Indonesia diwaikili oleh bumi Papua.

"Seyogyanya masyarakat kita banyak bergaul diwilayah timur biar semangat kebersamaan dan persatuan tumbuh, jangan hanya melihat dunia barat saja", ujarnya.

Menurutnya, hal yang perlu didorong pemikiran dari security approach (pendekatan keamanan) menjadi  posperity approach (pendekatan kesejahteraan).

"Semangat membangun namun belum dari daerah, semuanya biasanya dari Jakarta. Pendekatan budaya masyarakat Papua adalah sebuah ruang yang harus diisi pemikirannya. Saat ini kita bicara tentang legitimasi dan kepemimpinan. Kepemimpinan di Papua berbasis adat namun pembangunannya masih bersifat kapitalis", terangnya. 

Pasca terjadinya kerusuhan di Papua dan Papua Barat, penyelesaian konflik di Papua harus melibatkan pemuda.

"Percuma membangun infrastruktur di Papua tapi mengabaikan para pemuda.  Kerusuhan di Papua dan Papua Barat  seharusnya dapat menjadi motivasi semua pihak, untuk bersatu membangun Papua lebih baik dan lebih maju", terangnya lagi. 

Masih menurutnya, bila semua aspek bersatu, masalah Papua yang begitu kompleks dapat menjadi suplemen penguatan agar Papua menjadi tumpuan dunia. Masalah yang begitu kompleks di Papua jangan menjadi halangan tetapi menemukan solusi bagaimana secara global Papua tidak hanya menjadi tumpuan nasional, tetapi juga menjadi tumpuan ekonomi dunia.

"Konflik Papua, seharusnya Presiden harus langsung membela ketika mahasiswa Papua disebut dengan “kata kata binatang” pada pemantik awal dari kasus rasis di Surabaya. Masyarakat Papua pada saat itu harus di bela agar tidak terjadi amarah di Papua", tambahnya.  

Sementara Tokoh Pemuda Papua/mantan Ketua KNPI Periode 2013-2018, Muhammad Rifai Darus mengatakan bicara tentang Papua maka harus tiap hari kita membicarakannya, bukan pada saat kasus kerusuhan saja.

"Papua dengan Indonesia tidak bisa dipisahkan. Namun realitanya berbeda di lapangan, ada stigma di masyarakat Papua, saya Papua namun belum tentu Indonesia", sampainya.

"Saat ini bukan slogan bukan NKRI harga mati atau Papua harus merdeka. Intinya kita semua anak bangsa termasuk masyarakat Papua tidak boleh ditindas. Saat ini di Provinsi Papua generasi ketiga yang lahir tahun 1965 sampai tahun 1970 an yang memimpin Papua", sambungnya menjelaskan. 

Disampaiakan Rifai, catatan sejarah Papua di referensi sejarah kita tidak banyak, catatan sejarah yang ada banyak yang tidak benar sehingga ada distorsi.  Dari sisi budaya dan bahasa pada masyarakat Papua sangat banyak, namun tetap bahasanya bahasa nasional Indonesia. 

"Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian masalah Papua, harus mengikuti Papua bukan Papua yang mengikuti pemerintah. Melihat permasalahan Papua harus dilihat dari sisi Papua bukan dari sisi Jakarta, Jakarta harus bisa menyelesaikan Papua dengan cara Papua bukan cara Indonesia. Papua bagian dari Indonesia, Permasalahan di Papua penyelesaiannya tarik ulur antara nasionalisme dengan humanisme", katanya.   

"Papua masih membutuhkan kita semua termasuk stake holder yang ada.  Pemerintah pusat harus menyelesaikan Papua dengan kacamata Papua dan mata hati Papua karena Papua unik dan berbeda dengan daerah lainnya", tandasnya.

B

Di sisi lain, Frangki, Ketua Harian Masyarakat Adat Prov. Papua Barat/Dir. Eksekutif Papua Center, mengatakan dalam konteks lokal ada lembaga masyarakat adat dengan konsentrasi  SDM nya. Dalam beberapa tahun terakhir Papua center memperkenalkan keseluruh nusantara adat budaya Papua. Jabat erat adat nusantara/silaturahmi budaya antara lain dengan melakukan  temu adat di Kota Bandung. 

"Dengan konsep silaturahmi budaya kita mengajak pemuda/mahasiswa Papua yang kuliah di Kota Bandung antara klain dengan meningkatkan industri kreatif,  sehingga terlahir adanya brand dan Papua style. Kita inginkan para pemuda/mahasiswa Papua mempunyai keahlian lain bukan hanya ASN untuk dapat hidup", tuturnya.

Untuk merangkul Papua, lanjut dia, pemerintah tidak bisa langsung dengan cara politis, pendekatan cara budaya bisa lebih mengena masyarakat Papua.

"Kita ingin konsentrasi masyarakat Papua kedepan bukan masa lalu. Siapa yang bisa menentukan masa depan Papua, yang bisa menentukan Masa depan Papua adalah orang Papua itu sendiri", tegasnya. 

Ia mengatakan, Papua dibangun oleh siapa dan untuk siapa, sebelum orang Papua mengenal agama dan hadirnya pemerintah, ada tataran adat dan budaya disana. Saat ini ketika ada masalah adat baru diundang oleh pemerintah.

"Untuk membangun Papua kita tidak membutuhkan superman tetapi  membutuhkan keterlibatan semua pihak. Perlu solidaritas kita sebagai anak bangsa untuk menyelamatakan 3 hakekat, harta, nyawa dan martababat masyarakat Papua", jelasnya lagi.

Sementar itu, Plh. Direktur Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD Kemendagri, Budi Arwan, S.STIP, M.Si.              mengatakan ada daerah-daerah kekhususan dan keistimewaan antara lain Papua. Indonesia sangat beragam, banyak suku, pulau dan lainnya. Untuk 5 kondisi khusus misal  Aceh, DKI, Jogya, Papua, banyak sisi yang harus dibenahi.  

Untuk Prov. Papua, dana Otonomi Khusus akan habis tahun 2021 maka harus direvisi UU No, 21 tentang Otonomi Khusus bagi Papua, untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Pemerintah ingin membangun Papua kedepan dengan berlandaskan kepercayaan antara pusat dan daerah. Pemerintah Pusat dan daerah sama - sama harus transparansi, jangan terjadi saling salah mempersalahkan, karena yang akan dirugikan masyarakat. 

"Dana Otsus harus tepat sasaran agar kesejahteraan masyarakat Papua tercapai. Generasi muda dan mahasiswa  agar ada chek dan balance dalam penggunaan dana otsus maka harus mengawasi penggunaannya, baik di  Prov. Papua maupun di Pemerintah Pusat. Untuk mengurus Papua harus mengarah kesepahaman, kita bersukur di era pemerintahan Jokowi ada semangat kebersamaan untuk gotong royong. Semua Kementerian dan Lembaga terkait   harus mendukung  terciptanya kesejahteraan di Papua, selain masalah pembangunan oleh Kemen PUPR", jelasnya. 

"Untuk budaya, masyarakat Papua masih ada yang mencari pekerjaan dengan cara tradisional sehingga untuk mengatasi permasalahan Papua memang perlu merubah mind set atau dengan  melakukan pendampingan kepada masyarakat disana dalam melakukan  pendekatan pembangunan di sana.  Kemajuan sudah terjadi di Prov. Papua, yang bisa merubah kesejahteraan masyarakat Papua memang orang Papua namun  pendatang juga berperan untuk kemajuan masyarakat Papua", sambungnya menandaskan. (Ad)

Related News