Mengurai Kekuatan Bahasa di Era Digital

Rabu, 16/07/2025 - 20:45
Sumber Foto Sabrinna Az Zahra, Mahasiswa Prodi Penerbitan Jurnalistik PNJ

Sumber Foto Sabrinna Az Zahra, Mahasiswa Prodi Penerbitan Jurnalistik PNJ

Oleh : Sabrinna Az Zahra

Klikwarta.com - Pada Sabtu, 5 Juli 2025, Divisi Media Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Pasir Putih menyelenggarakan acara "Kurasi Penggunaan Bahasa Indonesia di Media Sosial" di Kaldi.id, Depok. 
Acara ini, yang berlangsung dari pukul 08:30 hingga 12:30 WIB, dihadiri oleh 19 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk lulusan sarjana, karyawan, dan ibu rumah tangga, banyak di antaranya terafiliasi dengan Ranting NU Pasir Putih.

Kehadiran audiens yang beragam ini menunjukkan relevansi topik komunikasi digital yang bertanggung jawab. Acara ini menghadirkan narasumber terkemuka Nur Adji, Djony Herfan, Azhmy Fawzi MY, dan M Zaenal Putro. Mereka memandu peserta memahami kebijakan bahasa formal hingga dinamika komunikasi di media sosial, bertujuan membekali peserta dengan keterampilan navigasi bahasa digital secara bertanggung jawab dan efektif. 

Penyelenggaraan oleh PRNU Pasir Putih menyoroti peran komunitas dalam mempromosikan literasi digital, menjembatani aturan linguistik formal dan praktik bahasa sehari-hari. 

Seni Bahasa: Menjelajahi Nuansa Media

Nuradji dalam sesi "Kata dan Kita" menjelaskan pentingnya akurasi bahasa di media massa, membandingkan Majalah Sinar yang instruktif dengan Kompas yang mendebatkan satu kata demi akurasi. Kompas bahkan memiliki "Tim bahasa" khusus, beliau memperkenalkan konsep "gaya selingkung" atau preferensi komunitas, seperti perubahan penulisan "muslim" menjadi "Muslim" setelah protes pembaca, atau pilihan "Sholat" daripada "Salat" (KBBI) untuk menghormati mayoritas pembaca. Kompas juga memilih "Perempuan" daripada "Wanita" berdasarkan etimologi yang lebih mulia.

Contoh-contoh ini menunjukkan ketegangan antara KBBI dan preferensi budaya, di mana Kompas mengutamakan kepercayaan pembaca dan sensitivitas budaya. Ini menegaskan bahwa bahasa adalah organisme hidup yang dibentuk oleh pengguna dan konteksnya, dan kurasi bahasa di media tidak hanya tentang akurasi, tetapi juga memupuk kohesi sosial. 

Di Balik Layar: Menciptakan Dialog Digital yang Berdampak

Djony Herfan dalam "Nilai Penting Kuasa Kata di Media Sosial" menjelaskan evolusi bahasa di media sosial sebagai wadah dakwah, berbagi ilmu, dan interaksi. Pesan utamanya "Buat konten yang mewakili kepentingan publik (sesuai UUD 1945), hindari konten pemecah belah" dan harus "bebas dari NKRI".

Untuk pengikut dan rating tinggi, fokus pada "materi" konten yang mewakili kepentingan luas dan "konsisten" dalam mengunggah.

Nuradji menambahkan pentingnya etika dalam bahasa dan gambar, menghindari "kata kata yang diluar pendidikan". Dalam komunikasi WhatsApp, Djony menyarankan prinsip "5W+1H" untuk kejelasan, menggunakan nama lengkap, memperhatikan "tata cara, adab dan pengetahuan sosialnya", serta menghindari "asal broadcast" atau hanya membalas dengan emotikon. Penekanan pada konten yang selaras dengan UUD 1945 dan etika menunjukkan media sosial sebagai arena penting untuk menegakkan nilai-nilai nasional dan persatuan, membangun reputasi berdasarkan keandalan dan integritas.

Persamaan Viral : Wawasan Produksi Konten

Azhmy Fawzi MY memberikan wawasan strategi konten viral. Untuk rating dan pengikut tinggi, beliau menyarankan "Buat konten yang megandung rasa" karena "rasa itu buat semua orang pasti akan tertarik," dan konten yang "memang di butuhkan oleh orang banyak."
Mengenai penggunaan templat di aplikasi seperti Canva/CapCut, beliau menjelaskan templat gratis tidak melanggar hak cipta, berbeda dengan versi berbayar. Beliau sangat menganjurkan kebiasaan mencantumkan sumber untuk setiap materi yang dikutip, untuk menghindari tuntutan hak cipta. Konsep "rasa" menyiratkan bahwa konten berdampak menyentuh emosi atau kebutuhan mendasar, menggeser fokus dari viralitas dangkal ke koneksi otentik.

Nasihat tentang mengutip sumber menanamkan praktik digital yang etis, menumbuhkan kejujuran intelektual dan rasa hormat terhadap pencipta.

Tantangan Bahasa: Ujian Kecerdasan dan Kata
Nuradji memimpin sesi kuis interaktif yang menguji pemahaman peserta tentang ejaan KBBI. Meskipun sebagian besar pertanyaan dijawab benar, kata "wudu" (sering salah dieja "wudhu") dan "ekstrem" (sering salah dieja "ekstrim") terbukti menantang. Peserta juga bingung dengan perbedaan makna antara "petambak" (pengelola tambak) dan "penambak" (pekerja tambang).

Hasil kuis ini menunjukkan bahwa penggunaan bahasa informal atau variasi regional sering mengesampingkan standar KBBI, menyoroti kesenjangan antara aturan preskriptif dan penggunaan aktual. Kebingungan makna juga menunjukkan bahwa penguasaan bahasa tidak hanya tentang bentuk yang benar tetapi juga makna yang tepat.

Gema Keterlibatan: Suara Peserta dan Kebijaksanaan Para Ahli

Sesi tanya jawab menjadi wadah penting bagi peserta untuk menyuarakan kekhawatiran praktis mereka. Ranti bertanya cara mendapatkan rating tinggi dan banyak pengikut di media sosial.

Azhmy menyarankan konten "mengandung rasa" dan "dibutuhkan banyak orang". Djony menekankan konten yang mewakili "kepentingan banyak orang" dan "kepentingan nasional", serta konsistensi. Nuradji menyoroti etika dalam bahasa dan gambar, menghindari "kata kata yang diluar pendidikan".

Ade Nur Risman bertanya tentang penggunaan templat di aplikasi seperti Canva/CapCut dan pelanggaran hak cipta. Azhmy menjelaskan templat gratis tidak melanggar hak cipta, tetapi menganjurkan mencantumkan sumber.

Agus Firmansyah bertanya tentang alternatif kalimat untuk bahasa WhatsApp. Nuradji menyimpulkan bahasa WhatsApp bergantung pada lawan bicara dan isi pesan.

Djony menyarankan prinsip "5W+1H" untuk kejelasan, menggunakan nama lengkap, memperhatikan "tata cara, adab dan pengetahuan sosialnya", dan menghindari sekadar menyiarkan pesan atau membalas dengan emotikon. 

Tanggapan ini menunjukkan pandangan holistik tentang pengaruh digital, dibangun di atas komunikasi yang bertanggung jawab, etis, dan konsisten.

Tags

Berita Terkait