Wagub Sebut Inflasi Sumbar pada 2022 secara Keseluruhan Capai 7,43 Persen

Sabtu, 28/01/2023 - 15:09
Wakil Gubernur Sumatra Barat, Audy Joinaldy didampingi Sekdaprov Sumbar, Hansastri menggelar FGD bersama jajaran Forkopimda dan BPS Sumbar.
Wakil Gubernur Sumatra Barat, Audy Joinaldy didampingi Sekdaprov Sumbar, Hansastri menggelar FGD bersama jajaran Forkopimda dan BPS Sumbar.

Klikwarta.com, Padang - Sebagai upaya penguatan pertumbuhan ekonomi dan pengendalian inflasi di Sumatra Barat (Sumbar), Wakil Gubernur Audy Joinaldy didampingi Sekdaprov Sumbar, Hansastri menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama jajaran Forkompimda dan BPS Sumbar, Jum'at (27/1/2023). 

Pada kesempatan tersebut, Wagub menanggapi Inflasi Sumbar pada tahun 2022 yang secara keseluruhan mencapai 7,43 persen (yoy), naik 1,4 persen (yoy) jika dibandingkan tahun sebelumnya. 

Wagub menyampaikan bahwa inflasi sebetulnya, baik asalkan terkontrol, karena merupakan sinyal dari adanya geliat ekonomi. Ia menjelaskan, salah satu penyebab tingginya catatan inflasi di Sumbar 2022 disebabkan karena pada 2021 harga-harga maupun inflasi di Sumbar tergolong rendah. 

"Sehingga pada saat ekonomi mulai menggeliat dan terjadi perubahan harga di tahun 2022, mengakibatkan delta harga dan inflasi di Sumbar menjadi tinggi," ucap Audy. 

Meski begitu, Audy mengatakan bahwa inflasi yang terjadi hanya dalam catatan angka saja, Sementara fakta di lapangan tidak merasakan secara langsung. Justru tingkat kemiskinan di Sumbar termasuk yang paling rendah di Indonesia dan nilai tukar petani mengalami kenaikan.

"Inflasi ini kan banyak sumbangan dari bahan-bahan pertanian. Dengan naiknya harga pertanian, ekonomi masyarakat kita yang 60 persen nya petani dan nelayan justru naik," kata Audy.

Wagub juga optimis, pada 2023 inflasi nantinya akan kembali turun. "Kalau tahun ini saya yakin berdasarkan kalkulasi hitungan inflasi kita akan rendah lagi, karena sudah mulai di angka yang tinggi," ungkapnya. 

Kemudian Sekdaprov Sumbar, Hansastri mengingatkan, perlunya kehati-hatian menafsirkan angka agar tidak terjadi kekeliruan, khususnya dalam mengambil kebijakan. Ia menjelaskan pada data inflasi, yang dihitung adalah delta atau selisih pertambahan harga.

"Jadi inflasi tertinggi bukan berarti harga kita paling tinggi di Indonesia. Tapi itu kita dibandingkan dengan periode sebelumnya," ingat Hansastri.

Menurutnya, bahkan petani bersyukur, karena disamping inflasi itu terdapat peningkatan nilai tukar petani.

Hal serupa juga disampaikan BPS Sumbar. Data BPS menyatakan bahwa pada tahun 2021 surplus produksi pangan di Sumbar menyebabkan harga pangan rendah. Setelah terjadi delta kenaikan harga pada akhir tahun 2022 lalu, bahkan Indeks Harga Konsumen yang menjadi penentu inflasi di Sumbar masih sama dengan provinsi-provinsi lainnya.

Tercatat secara keseluruhan, inflasi di Sumatra Barat terutama disumbang oleh delta pertambahan harga pada komoditas bensin, beras, angkutan udara, cabai merah, telur, rokok kretek dan rokok filter, mobil, bahan bakar rumah tangga, dan sabun detergen.

Sementara diantara upaya yang dilakukan dalam pengendalian inflasi yaitu operasi-operasi pasar murah, pencanangan gerakan tanam cabe, program produksi pupuk organik dan bantuan rumah kompos, pendampingan smart digital farming, bantuan alsintan dan saprodi, optimalisasi alokasi BTT, DTU dan dana desa, serta pemberian subsidi transportasi Trans Padang. (*)

(Kontributor: Warman)

Related News