H. Imam Musanto, MM,
Oleh : H. Imam Musanto, MM., Calon Doktor Ilmu Kebijakan Publik
Klikwarta.com, Depok - Polemik pembangunan Fly Over Margonda kembali mengemuka setelah berbagai catatan kritis muncul terkait proses perencanaan dan tata kelola proyek tersebut. Dari sudut pandang ilmu kebijakan publik, persoalan ini bukan sekadar isu teknis pembangunan infrastruktur, tetapi juga menyangkut kualitas perumusan kebijakan dan koordinasi antar-lembaga pemerintah.
Salah satu titik krusial adalah belum rampungnya Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) yang seharusnya menjadi dasar penentuan kelayakan proyek. Ketiadaan dua dokumen utama ini membuat kebijakan belum dapat dikategorikan sebagai evidence-based atau berbasis data. Padahal, FS dan DED menjadi rujukan untuk memastikan bahwa fly over memang merupakan solusi paling tepat untuk mengurai kemacetan di kawasan Margonda Raya.
Menurut calon doktor Ilmu Kebijakan Publik H.Imam Musanto, MM, persoalan ini mencerminkan lemahnya tahapan perumusan kebijakan oleh pemerintah daerah.
Ia menegaskan bahwa, “Dalam kebijakan publik, kualitas keputusan sangat ditentukan oleh kualitas kajiannya. Jika FS dan DED belum tuntas, maka kebijakan apa pun yang menyangkut anggaran besar sangat berisiko. Kita harus memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan pemerintah memiliki dasar analitis yang kuat".
Imam Musanto juga menyoroti bahwa proses pembangunan fly over seharusnya tidak terjebak pada anggapan bahwa “infrastruktur besar selalu merupakan solusi terbaik.”
Ia menambahkan, “Ada banyak kota di dunia yang gagal mengurai kemacetan karena hanya fokus pada pembangunan fisik, tanpa menata manajemen lalu lintas, transportasi publik, dan perilaku berkendara masyarakat".
Selain masalah teknis, tata kelola atau governance juga menjadi sorotan. Komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Kota Depok dan DPRD, khususnya Komisi C, dinilai belum berjalan optimal. Minimnya laporan teknis kepada legislatif dan publik menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas pengambilan kebijakan.
Dalam ilmu kebijakan publik, kondisi ini termasuk governance failure, yaitu kegagalan tata kelola yang disebabkan oleh kurangnya koordinasi, transparansi, dan keterlibatan pemangku kepentingan. Tanpa proses yang terbuka dan deliberatif, kebijakan menjadi kurang legitimate meskipun secara teknis tampak menjanjikan.
Imam Musanto menegaskan pentingnya melibatkan publik dalam tahap awal perumusan kebijakan besar seperti fly over.
“Masyarakat perlu tahu apa alternatif lain yang telah dikaji pemerintah. Apakah penataan simpang, pembatasan kendaraan, atau peningkatan angkutan umum sudah dievaluasi? Kebijakan publik yang baik selalu membandingkan berbagai opsi, bukan langsung lompat pada proyek yang paling mahal,” ujarnya.
Pada akhirnya, pembangunan Fly Over Margonda perlu dilihat sebagai proses pengambilan kebijakan yang menyeluruh, bukan sekadar proyek konstruksi. Kota Depok membutuhkan keputusan yang tidak hanya cepat, tetapi juga cermat, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan perencanaan berbasis data dan tata kelola yang baik, kebijakan transportasi dapat menjadi solusi jangka panjang, bukan sekadar respons sesaat terhadap kemacetan.(*)







