New Normal, Ponpes di Jatim Butuh Perhatian Khusus Pemerintah

Senin, 01/06/2020 - 01:45
Wakil Ketua Bidang Kerohanian DPD Partai Golkar Jatim Muhammad Bin Mu'afi Zaini
Wakil Ketua Bidang Kerohanian DPD Partai Golkar Jatim Muhammad Bin Mu'afi Zaini

Klikwarta.com, Jatim - Rencana pemerintah untuk melakukan kajian New Normal di saat masih tingginya angka penyebaran Covid-19 di sikapi serius DPD Partai Golkar Jatim. Terutama kalangan santri yang menimba ilmu di ribuan pondok pesantren di Jawa Timur.

Wakil Ketua Bidang Kerohanian DPD Partai Golkar Jatim, Muhammad Bin Mu'afi Zaini menjelaskan, saat ini Pesantren masih tercatat sebagai salah satu tempat yang aman dari wabah Covid. Namun harus dijaga betul agar Pondok Pesantren di Jawa Timur tidak menjadi tempat pendemi baru covid-19. Khususnya ketika nantinya santri-santri kembali beraktivitas pendidikan dan ibadah di ponpes. 

"Karena begitu santri masuk, mereka tidak kemana mana, tidak berinteraksi dengan pihak luar, ini penting untuk dijaga betul dengan perhatian penuh dari pemerintah," pinta politisi muda yang akrab disapa Gus Mamak ini, Minggu (31/5/2020).

Permintaan Golkar ini bukan tanpa alasan. Menurut Gus Mamak, efek dengan adanya perhatian lebih tersebut,  sangat melindungi seluruh santri yang saat ini diperkirakan jumlahnya mencapai 1.1 juta orang. 

Jumlah santri sebanyak 1,1 juta orang masuk ke asrama. Sehingga secara signifikan terjadi penurunan pergerakan manusia di usia produktif pada tingkatan masyarakat yang akhirnya menjadikan covid 19 lebih mudah dikendalikan. 

"Namun jika proses kembalinya santri ke pesantren dilakukan asal asalan tanpa screening yang tepat, maka bisa jadi justru menjadi blunder, karena tingkat kepadatan pesantren menjadikan interaksi fisik lebih intens," papar anggota DPRD Jatim dua periode ini.

Untuk itu, lanjut Gus Mamak,  pemerintah baik pemkab, Pemkot terutama pemprov Jatim perlu terlibat dalam proses pengembalian santri belajar di Pondok Pesantren. Bukan hanya dengan menyiapkan protokol semata, namun terlibat secara fisik mulai dari pendampingan tenaga ahli bagi pengurus kesehatan pesantren dalam screening.

"Secara kebijakan dengan mempermudah dan mempermurah surat sehat, dengan kekuatan anggarannya, termasuk bisa untuk subsidi rapid test," tambahnya.

Jika dalam proses screening pemerintah lepas tangan, dan dipasrahkan pada pesantren saja tentu akan berdampak kurang baik. Mengingat pengetahuan pengasuh ponpes tentang penanganan kesehatan rata-rata masih awam. Sebaliknya, jika pemerintah lepas tangan, ditambah terbatasnya sumber daya pesantren dalam hal kesehatan, bisa diprediksikan akan jadi bomerang bagi Jawa Timur.

"Bukan tidak mungkin doa 1,1 juta orang ditambah tenaga pendidiknya ini Insyaallah akan signifikan sebagai ikhtiar batin memerangi covid 19," pungkasnya.

(Pewarta : Supra)

Related News