Identitas Nasional

Rabu, 29/03/2023 - 19:31
ilustrasi
ilustrasi

Oleh : Kumaini/MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok (collective action yang diberi atribut nasional) yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional.

Identitas nasional dalam kosteks bangsa mengecu pada kebudayaan, adat istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pahlawan – pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain – lain.

Dengan terwujudnya identitas bersama sebagai bangsa dan negara Indonesia dapat mengikat eksistensinya serta memberikan daya hidup. Sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dalam hubungan internasional akan dihargai dan sejajar dengan bangsa dan negara lain. Identitas bersama itu juga dapat menunjukkan jatidiri serta kepribadiannya. Rasa solidaritas sosial, kebersamaan sebagai kelompok dapat mendukung upaya mengisi kemerdekaan. Dengan identitas bersama itu juga dapat memberikan motivasi untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara di masa depan.

Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi dan demografi. Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Faktor historis ini mempengaruhi proses pembentukan masyarakat dan bangsa Indonesia, beserta identitasnya, melalui interaksi
berbagai faktor yang terlibat di dalamnya. Hasil dari interaksi dari berbagai faktor tersebut.

Selain itu terdapat factor lain yaitu faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Agama dan ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk bangsa negara. Faktor sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas baru. Negara Indonesia diikat oleh kesamaan ideologi Pancasila. Tokoh kepemimpinan dari para tokoh yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara dianggap sebagai penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu bangsa yang bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di Afrika Selatan, Mahatma Gandhi di India dan Tito di Yugoslavia.

Hal itu terbukti di dalam sejarah kelahiran faham kebangsaan(nasionalisme) di Indonesia yang berawal dari berbagai pergerakan yang berwawasan parokhial seperti Boedi Oetomo (1908) yang berbasis subkultur Jawa, Sarekat Dagang Islam (1911) yaitu entrepreneur Islam yang bersifat ekstrovet dan politis dan sebagainya yang melahirkan pergerakan yang inklusif yaitu pergerakan nasional yang berjati diri “Indonesianess” dengan mengaktualisasikan tekad politiknya dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dari keanekaragaman subkultur tadi  terkristalisasi suatu core culture yang kemudian menjadi basis eksistensi nation-state Indonesia, yaitu nasionalisme.

Faktor yang tak kalah penting yaitu sejarah. Persepsi yang sama diantara warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu bangsa. Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama menderita karena penjajahan, tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga melahirkan tekad dan tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu. Perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan melahirkan spesialisasi pekerjaan profesi sesuai dengan aneka kebutuhan masyarakat. Semakin tinggi mutu dan variasi kebutuhan masyarakat, semakin saling tergantung diantara jenis pekerjaan. Setiap orang akan saling bergantung dalam memenuhi kebutuhan hidup. Semakin kuat saling ketergantungan anggota masyarakat karena perkembangan ekonomi, akan semakin besar solidaritas dan persatuan dalam masyarakat. Solidaritas yang terjadi karena perkembangan ekonomi oleh Emile Durkheim disebut Solidaritas Organis. Faktor ini berlaku di masyarkat industri maju seperti Amerika Utara dan Eropa Barat.

Lembaga-lembaga pemerintahan dan politik. Lembaga-lembaga itu seperti birokrasi, angkatan bersenjata, pengadilan, dan partai politik. Lembaga-lembaga itu melayani dan mempertemukan warga tanpa membeda-bedakan asal usul dan golongannya dalam masyarakat. Kerja dan perilaku lembaga politik dapat mempersatukan orang sebagai satu bangsa. Faktor persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat-istiadat dan tradisi, atau persamaan agama. Akan tetapi teranglah bahwa tiada satupun diantara faktor – faktor ini bersifat hakiki untuk menentukan ada - tidaknya atau untuk merumuskan bahwa mereka harus seketurunan untuk merupakan suatu bangsa. (*)

Tags

Related News