
Sumur LDK 27 di Desa Ledok, kecamatan Sambong kabupaten Blora yang di beri garis polisi karena melakukan ilegal driling, tahun 2023 lalu.
Klikwarta.com, Blora - Kontrak antara PT Blora Patra Energi (BPE) yang mendapat ijin mengelola sumur tua di kabupaten Blora dengan Pertamina EP Field Cepu Zona 11, akan berakhir pada 25 Pebruari 2025. Namun publik dibuat kaget, terkait adanya dugaan pertemuan antara beberapa komisaris dan Dirut BPE dengan sebagian penambang Ledok yang membuat wacana 10 poin.
Sepuluh poin tersebut yakni akan memutus kontrak dengan Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok (PPMSTL) yang dinilai kurang menguntungkan. Penambang akan kontrak langsung dengan BPE dengan persentase dari 77% naik 3% menjadi 80%. Hal ini dilakukan sambil berjalan. Sedangkan persentase BPE 10% untuk kebutuhan BPJS Tenaga Kerja, HSE, CSR, atensi dari bawah sampai pusat dan lain-lain (nantinya di harapkan transparan semuanya). Yang 10% bisa sebagian di kelola BPE dan ketua-ketua penambang.
Untuk checker yang sebelumnya dijabat oleh Aris dari BPE yang notabene anak buah dari PPMSTL, akan ada tambahan petugas baru yang bukan dari PPMSTL.
Pembayaran/gaji langsung berurusan dengan BPE. Pun BPE akan berperan aktif ke lapangan. Selain itu juga diduga ada amanah Polda meminta putus dengan PPMSTL.
Ketua PPMSTL Daryanto saat dikonfirmasi terkait dengan hal tersebut menegaskan poin yang ada itu tadi bukan merupakan kesepakatan antara pemegang kontrak kerja sama yaitu antara BPE dengan PPMSTL.
"Jadi itu kesepakatan internal diantara beberapa pihak saja. Dan itu belum bisa untuk dipertanggungjawabkan. Karena dari sebagian isinya itu merupakan tidak real, nyata, faktanya," ujar Daryanto saat ditemui wartawan, Selasa (28/1/2025).
Sementara itu, Giri Nurbaskoro Dirut BPE saat dikonfirmasi usai acara pertemuan antara ketua penambang dengan BPE di Ledok pada Senin (10/2/2025) membenarkan pada awal-awal pernah ada pertemuan dengan sebagian penambang Ledok dengan BPE.
Terkait 10 poin tersebut, lanjut Giri, poin-poin itu belum sampai sejauh itu. Makanya dari sini pendekatan lagi ke mereka. Bentuk acara hari ini, opsi untuk penyelesaian yang ada di Polda.
"Kita juga nunggu dari Pertamina. Dan dengan PPMSTL juga datang dengan baik-baik, rembugan untuk penyelesaian kasus di Polda. Terkait dengan putus sama PPMSTL, pihaknya masih menunggu penyelesaian kasus sama-sama. Kalau untuk amanah atau tidak, kita berdiskusi dengan Polda opsi-opsi yang disampaikan sudah kita jalankan sudah cukup atau belum nunggu dari Polda. Yang jelas kasus ini segera selesai dan kontrak yang baru segera kita dapatkan dan kedepannya sudah ada gambaran.Targetnya menyelesaikan kasus sumur Ledok 27. Kita diminta untuk melakukan perbaikan supaya tidak terjadi lagi kasus-kasus serupa. Ya kalau di Ledok kasus ilegal driling. Kalau kesepakatan harus kita jalankan. Kan ini belum. Kalau dari 77 % ke 80% memang iya. Dan kalau untuk kesejahteraan akan kita naikkan kalau kita mampu. Kalau 10% ya kita sampaikan. BPE yang awalnya 6% menjadi 10%. Kalau yang 10% lagi yang masih belum tahu kebutuhannya, dan akan kita bicarakan. Ya itu dulu awal-awal sempat kita ketemuan. Tapi bukan ke semua penambang. Hanya sebagian", paparnya.
Diketahui, pada perjanjian kontrak sebelumnya, penambang mendapat ongkos angkat 77 %. BPE dan PPMSTL 23% dengan rincian untuk BPE 6% dan penambang 17% ( untuk BPJS, Alat Perlindungan Diri dan sosial).
Adapun sumur tua yang dikelola BPE sejumlah 297 titik yang bekerjasama dengan PPMSTL Ledok dan Semanggi (PPMSTS), Jepon kabupaten Blora. Sebanyak 196 titik di lapangan Ledok dan sisanya di lapangan Semanggi.
Adapun pembagian persentasenya, BPE mendapat bagian 3 % dari ongkos angkut, dari Ledok. Sedangkan dari Semanggi mendapat 20 %. Hal ini dikarenakan faktor perbedaan kerjasama antara di Ledok dan Semanggi.
Selanjutnya, BPE akan melakukan proses perpanjangan kontrak kembali dengan Pertamina. Dan rencananya akan menambah titik-titik sumur baru untuk menggenjot produksi sehingga bisa menambah PAD untuk kabupaten Blora.
Pewarta: Fajar