Warga Keluhkan Surat Ijo, Blegur Prijanggono Minta Pemkot Surabaya Beri Keringanan Retribusi 

Minggu, 29/06/2025 - 06:06
Wakil Ketua DPRD Jawa Timur dari Fraksi Golkar, Blegur Prijanggono saat melaksanakan agenda Reses II Tahun 2025 di kawasan Krukah Timur (Kalisumo)/Bratang, Kecamatan Gubeng, Surabaya, Sabtu (28/6/2025).

Wakil Ketua DPRD Jawa Timur dari Fraksi Golkar, Blegur Prijanggono saat melaksanakan agenda Reses II Tahun 2025 di kawasan Krukah Timur (Kalisumo)/Bratang, Kecamatan Gubeng, Surabaya, Sabtu (28/6/2025).

Klikwarta.com, Surabaya - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur dari Fraksi Golkar, Blegur Prijanggono, melakukan serap aspirasi masyarakat terkait persoalan Surat Ijo saat melaksanakan agenda Reses II Tahun 2025 di kawasan Krukah Timur (Kalisumo)/Bratang, Kecamatan Gubeng, Surabaya, Sabtu (28/6/2025). Wilayah tersebut diketahui belum pernah tersentuh kunjungan anggota legislatif sebelumnya.

Dalam dialog bersama warga Dapil Jawa Timur 1 itu, Blegur Prijanggono menerima banyak keluhan terkait status kepemilikan lahan yang hingga kini masih berstatus Surat Ijo. Warga menyuarakan keinginan agar tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun bisa berubah status menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

“Memang rata-rata warga Kota Surabaya, khususnya di daerah Bratang dan Kertajaya, itu memang menyampaikan aspirasi berkaitan dengan keberadaan Surat Ijo,” ujar Blegur kepada awak media usai kegiatan Reses di Krukah Timur Surabaya.

Menurut Blegur, upaya mengubah status Surat Ijo menjadi SHM bukanlah hal yang mudah. Hal ini karena lahan yang dimaksud masih tercatat sebagai aset milik pemerintah, sehingga membutuhkan kebijakan di tingkat pusat.

“Surat tanah mereka yang mereka tempati, statusnya masih Surat Ijo, mereka menginginkan SHM. Namun, sebenarnya kita tahu semua untuk mengubah itu tidak mudah, karena status Surat Ijo dalam hal ini adalah tanah milik pemerintah,” terangnya.

Blegur memandang bahwa pemerintah pusat perlu memberikan solusi menyeluruh agar persoalan ini tidak terus berlarut. Ia menyebutkan bahwa ada ketimpangan dalam perlakuan terhadap warga, karena ada sebagian yang telah berhasil mendapatkan SHM, sementara lainnya belum.

“Kan ada beberapa warga kota yang sudah bisa menyuratkan menjadi SHM. Sehingga masyarakat mempertanyakan itu, kenapa yang ini bisa, dan ini tidak,” imbuhnya.

Dalam reses tersebut, Blegur juga mencatat bahwa warga pemilik Surat Ijo tetap dibebankan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta retribusi kepada Pemkot Surabaya. Hal itu diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) yang berlaku.

“Ternyata pemilik Surat Ijo ini memiliki kewajiban kepada pemerintah kota, yaitu pembayaran PBB dan retribusi (Surat Ijo). Dan ini semua diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya,” jelasnya.

Blegur pun mendorong agar Wali Kota Surabaya dapat mengkaji kemungkinan memberikan subsidi atau keringanan dalam pembayaran retribusi tersebut, sebagai bentuk empati terhadap beban masyarakat.

Ia mengakui bahwa DPRD Jatim telah menyampaikan persoalan ini ke pemerintah pusat. Namun, hingga kini, proses penggodokan regulasi masih berlangsung dengan mempertimbangkan aspek legalitas pengalihan aset negara.

“Karena hari ini adalah semangatnya mengamankan aset milik pemerintah. Nah, (aset) pemerintah kota, pemerintah provinsi itu juga dimiliki pemerintah pusat, dalam hal ini pemerintah Republik Indonesia,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa keputusan akhir mengenai perubahan status Surat Ijo berada di tangan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) bersama DPR RI.

“Maka hari ini yang memiliki policy adalah pemerintah dan DPR RI untuk bisa mencarikan formula bagaimana perpindahan status tersebut tidak menyalahi norma-norma aturan yang ada,” kata Blegur.

Ketika ditanya apakah persoalan ini akan dibawa ke kementerian terkait, Blegur menjawab tegas bahwa hal itu sudah menjadi bagian dari agenda perjuangannya.

“Pasti dibawa ke Kementerian ATR. Karena hari ini yang bisa mengubah itu adalah Kementerian ATR,” pungkas Blegur. 

Pewarta: Supra

web banner

Related News